Senin, 25 Februari 2013

Revolusi Ballot di Kenya



“Korupsi memang seperti tak mati-mati, bahkan makin gila,” ungkap Mochtar Lubis. Ya. Setiap negara memang tidak ada yang lepas dari kasus korupsi yang dilakukan oleh para politisi. Tidak terkecuali Indonesia. Belakangan ini, justru sepertinya semakin banyak politisi-politisi di Indonesia yang terbukti melakukan praktek korupsi. Terlepas dari Indonesia, Kenya ternyata memiliki keadaan yang lebih buruk daripada Indonesia.


Pemerintah korupsi, tidak mau membayar pajak, dan tidak peduli. Masyarakat Kenya semakin lama justru semakin miskin dan terpuruk sementara pemerintah semakin kaya dan makmur sembari memakan uang rakyat. Seumpama burung bangkai yang hidup dengan memakan daging bangkai yang sudah membusuk. Puncaknya yaitu saat terjadi kekerasan massal pada pemilihan umum terakhir, Desember 2007 lalu.

Lahir pada 10 Juli 1983, Boniface Mwangi (29), mantan jurnalis foto dan warga negara Kenya adalah salah seorang dari ribuan, bahkan jutaan masyarakat Kenya yang menginginkan perubahan, dan berani untuk melakukan tindakan. Ayah dari tiga anak ini menjadi aktivis sebuah gerakan revolusi yang bernama “Ballot Revolution”. Sebelum menjadi aktivis, dia bekerja sebagai jurnalis foto bersama Elijah Kanyi. Pada 2007, saat kekerasan massal terjadi, Mwangi lah yang bertugas untuk mengambil foto keadaan saat itu. Foto yang diambilnya sangat banyak dan foto-foto yang diambilnya membuatnya mendapat beberapa penghargaan. Namun, pada akhirnya Mwangi juga adalah seorang manusia biasa yang mengenal rasa takut. Temannya sempat menanyainya bagaimana perasaannya saat mengambil foto kekerasan pada 2007 lalu, dan dengan jujur dia menjawab, “Berat. Saya takut pada saat itu, tapi saya datang untuk melakukan pekerjaan saya.”

Akibat dari kekerasan massal tersebut, lebih dari 1.100 orang yang meninggal, dan sekitar 600.000 orang terlantar. Mwangi tidak tahan dengan keadaan saat itu. Dia menginginkan perubahan. Maka dengan bantuan teman-temannya yang memiliki satu tujuan, dimulailah “Ballot Revolution”. Dimulai dari menggambar berbagai macam graffiti di dinding-dinding publik yang mudah dilihat oleh masyarakat. Gambar yang mereka buat adalah tentang bagaimana masyarakat Kenya yang menginginkan sebuah sosok yang kredibel dan layak untuk memimpin negara tercinta mereka itu.

Mereka juga menggambarkan kondisi mereka saat ini. Sosok parlemen mereka gambarkan sebagai seekor burung bangkai besar memakai jas yang duduk dengan seulas senyum bangga. Ada borgol yang terpasang di tangan kanannya dan sisi borgol yang lain terpasang pada sebuah koper berisi penuh dengan uang. Tangannya yang sebelah kiri memegang gelas anggur yang menggambarkan kekayaan dan kekuasaan yang dia miliki. Sementara itu, kakinya menginjak seorang manusia yang tidur tengkurap seolah-olah manusia itu adalah alas kaki supaya sepatunya tidak kotor. Di samping gambar burung bangkai besar itu, terdapat balon percakapan yang diarahkan ke burung bangkai tersebut. Tulisan yang terdapat di dalam balon percakapan itu adalah, “...Adalah seorang pemimpin suku. Mereka menjarah, memerkosa, membakar, dan membunuh dalam perlindunganku. Aku mencuri pajak mereka, mengambil wilayah, tapi orang-orang idiot itu akan tetap memberikan suara mereka untukku.”

Tentu saja banyak resiko yang harus mereka hadapi dalam melakukan aksi seperti ini, dan nyawa merekalah taruhannya. Rasa takutpun pasti menghantui setiap aktivis gerakan ini. Namun, semangat perubahan yang ada di dalam diri mereka membuat mereka tetap setia dalam melakukan gerakan ini.

Mwangi sempat ditahan selama beberapa hari akibat aksi graffiti yang mereka lakukan saat itu. Namun, untungnya dia dilepaskan juga pada akhirnya tanpa dikenakan biaya apapun. Setelah itu dia sempat kembali ke pekerjaannya yang semula dan hal tersebut membuatnya sempat stress dan tertekan, bahkan dia sempat berpikir untuk bunuh diri karena pekerjaannya membuatnya harus menutupi perbuatan para “penjahat” itu. Tapi setelah itu dia berpikir, “daripada bunuh diri, kenapa saya tidak berhenti saja dari pekerjaan saya?”
 
Mwangi setelah itu sadar bahwa dia telah mengambil begitu banyak foto yang memiliki kekuatan, dan bisa digunakan untuk membangkitkan semangat yang sama dengan masyarakat Kenya lainnya. Dari situlah pameran jalanan Picha Mtaani lahir. Mwangi mengumpulkan semua foto yang telah dia ambil, lalu dicetak dalam ukuran besar agar dapat dilihat dengan jelas oleh masyarakat Kenya lainnya dalam pameran jalanan tersebut. Lebih dari 700.000 orang telah melihat pameran tersebut. Reaksi yang timbul tentu pro dan kontra. Tidak sedikit yang menitikkan air mata begitu melihat foto-foto tentang kekerasan massal pada 2007 lalu, tetapi ada juga rakyat yang berkata, “Seharusnya mereka tidak membawa foto itu ke sini.”

Setelahnya pun banyak kegiatan yang telah dilakukan oleh gerakan yang dipimpin oleh Mwangi termasuk menggambar graffiti dan Picha Mtaani. Salah satu kegiatan yang juga begitu berkesan adalah ketika mereka mengumpulkan 49 peti mati, di mana peti mati tersebut mewakili kekebalan hukum yang telah dinikmati para politisi sejak kemerdekaan. Permukaan peti mati yang telah mereka kumpulkan itu mereka beri gambar burung bangkai, dan di bawahnya tertulis, “Kubur burung bangkai dengan memberikan suara.” Menurut Njeri Mwangi, istri dari Boniface Mwangi, yang mereka kubur itu seharusnya bukan burung bangkainya, bukan para anggota parlemen, tetapi dosa, kejahatan, dan hal-hal buruk lainnya lah yang mereka kubur. Karena itu, pada peti mati itu dituliskan juga berbagai macam skandal politik. Mereka lalu membawa peti mati ini ke gedung parlemen. Demonstrasi berjalan lancar, namun ada saja miscommunication yang terjadi dalam gerakan tersebut, membuat Mwangi kewalahan.

Berbagai macam kegiatan dari “Ballot Revolution” yang dipimpin Mwangi mungkin memberikan dampak yang baik bagi masyarakat Kenya. Setidaknya mereka sudah berusaha  menciptakan perubahan melalui gerakan mereka. Tapi mereka juga harus siap untuk kecewa jika hal yang mereka harapkan justru tidak tercapai. “Kita tidak boleh kehilangan harapan. Perubahan tidak datang dalam semalam. Mungkin apa yang saya kerjakan hari ini akan diselesaikan anak saya. Tapi saya berdoa supaya perubahan itu terjadi secepatnya,” ujar Mwangi.

Salah satu graffiti yang dibuat Mwangi
sumber: http://gaianarchaos.files.wordpress.com/2012/03/kenya-graffiti-protesters.jpg

Pameran foto di jalanan (Picha Mtaani)
sumber: http://www.aljazeera.com/mritems/images/2012/10/17/2012101792318679337_8.jpg

sumber: http://www.aljazeera.com/mritems/images/2012/10/17/201210179231870516_8.jpg

Gerakan dengan menggunakan peti mati
sumber: http://s.wsj.net/public/resources/images/OB-TO432_062812_J_20120628143654.jpg

sumber: http://api.ning.com/files/soM38OzNnQo6kCfi0K2WdGfp1vIoFGjosqqitwZVv6liSFFGgyH6fyIfQBPBAwvMM0FEuu*C-So4ElOj4TB308TLC8HGGALX/vulture3.png




Wenny Lovenza Anastacia/11140110128
UMN - Penulisan Feature
Sumber: http://www.aljazeera.com/programmes/activate/2012/10/2012109105826591968.html

2 komentar:

  1. Kalimat awalnya dikira mau cerita tentang Indonesia. Jangan lupa cantumkan kredit fotonya.

    BalasHapus
  2. Oke Pak. Makasih masukannya :)

    BalasHapus